BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi
tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima
kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan
dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda.
Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab :
Wanita
menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria berkaitan dengan
fungsi reproduksinya. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi
kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkan.
Kesehatan
wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan mengatas namakan
“pembangunan” seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk.Masalah
kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya
Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan
kependudukan (Beijing dan Kairo).
Berdasarkan
pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting disebabkan
pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita diberi
kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan
kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui kesehatan ibu di Indonesia
2. Untuk
mengetahui kesehatan reproduksi remaja di Indonesia
3. Untuk
mengetahui tentang keluarga berencana
4. Untuk
mengetahui indikator pendidikan
5. Untuk
mengetahui indikator penghasilan
BAB II
INDIKATOR
KESEHATAN WANITA
1. Kesehatan ibu
di Indonesia
Kehamilan
dan persalinan merupakan penyebab kematian, penyakit dan kecacatan pada
perempuan usia reproduksi di Indonesia. Survey demografi kesehaatan Indonesia (
SDKI ) 2002/2003, melaporkan angka kematian ibu( AKI ) sebesar 307/100.000
kelahiran hidup.
Angka
kematian ibu adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas
dalam satu tahun dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama
dengan persen atau permil.
Rumus :
AKI
= jumlah
kematian ibu karena
Kehamilan, kelahiran &
nifas x
100% ( 1000)
Jumlah
kelahiran hidup
Pada tahun
yang sama
Tingginya
AKI di Indonesia antara lain di sebabkan oleh aborsi tidak aman. SKRT 1995,
memperkirakan bahwa aborsi tidak aman berkontribusi terhadap kematian ibu
sebesar 11,1 % atau 1 dari setiap 9 kematian ibu. Diduga angka sebenarnya bisa
mencapai 30 % ( kompas 2002). Penelitian di 10 kota besar dan 6 kabuapten di
Indonesia memperkirakan bahwa secara nasional ada 2 juta kasus aborsi setiap
tahunnya ( Utomo, 2001 ) atau sekitar 70 % dari seluruh kasus aborsi di setiap
asia tenggara pertahunya. Dengan perkataan lain, pada setiap 1000 perempuan
berusia 15 – 45 tahun ada sekitan 37 kasus aborsi pertahun.
Angka
kematian ibu melahirkan di Indonesia termasuk tertinggi di kawasan
asia.reformasi selama hamper 6 tahun berjalan tidak memperbaiki persoalan
perempuan Indonesia. Kasus kekerasan, perdagangan, tekanan budaya dan adat
istiadat, rendahnya pendidikan serta dominasi kaum pria dalam rumah tangga
masih terjadi. Provinsi penyumbang kasus kematian ibu melahirkan terbesar ialah
papua 730/100.000 kelahiran, nusa tenggara barat 370/ 100.000 kelahiran, Maluku
340/100.000 kelahiran, nusa tenggara timur 330/100.000 kelahiran. Jumlah
tersebut tidak jauh berbeda dari masa orde baru. Reformasi belum mampu
memperbaiki sejumlah kasus yang menimpa kaum perempuan terutama ibu melahirkan.
2. Kesehatan
Reproduksi remaja Indonesia
WHO (1965) mendefinisikan masa remaja merupakan
periode perkembangan antara pubertas, peralihan biologis masa anak-anak dan
masa dewasa, yaitu antara umur 10-20 tahun. Hasil Sensus (SP) 1990 dan SP 2000
menunjukkan proporsi remaja berusia 10 sampai 24 tahun di Bali sebesar 32,12
persen dan 26,29 persen.
Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu
keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Masa remaja
dibedakan dalam :
1.
Masa remaja
awal, 10 – 13 tahun.
2.
Masa remaja
tengah, 14 – 16 tahun.
3.
Masa remaja
akhir, 17 – 19 tahun.
Pertumbuhan
fisik pada remaja perempuan :
1.
Mulai
menstruasi.
2.
Payudara dan
pantat membesar.
3.
Indung telur
membesar.
4.
Kulit dan
rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
5.
Vagina
mengeluarkan cairan.
6.
Mulai tumbuh
bulu di ketiak dan sekitar vagina.
7.
Tubuh
bertambah tinggi.
Perubahan
fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1.
Terjadi
perubahan suara mejadi besar dan mantap.
2.
Tumbuh bulu
disekitar ketiak dan alat kelamin.
3.
Tumbuh
kumis.
4.
Mengalami mimpi
basah.
5.
Tumbuh
jakun.
6.
Pundak dan
dada bertambah besar dan bidang.
7.
Penis dan
buah zakar membesar.
Perubahan
psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung
jawab, yaitu :
1.
Remaja lebih
senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
2.
Remaja lebih
sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
3.
Remaja ingin
menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
4.
Remaja
kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
Hal tersebut
diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal yang
negatif dari lingkungan barunya.
Besarnya proporsi penduduk berusia muda, secara
teoritis mempunyai dua makna, Pertama, besarnya penduduk usia muda merupakan
modal pembangunan yaitu sebagai faktor produksi tenaga manusia (human
resources), apabila merekadapat dimanfaatkan secara tepat dan baik.
Memanfaatkan mereka secara tepat dan baik diperlukan beberapa persyaratan. Di
antaranya adalah kemampuan keakhlian, kemampuan keterampilan dan kesempatan
untuk berkarya. Kedua, apabila persyaratan tersebut tidak dapat dimiliki oleh
penduduk usia muda, yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu penduduk usia muda
justru menjadi beban pembangunan.
Remaja memiliki dua nilai yaitu nilai harapan
(idelisme) dan kemampuan. Apabila kedua nilai tersebut tidak terjadi
keselarasan maka akan muncul bentuk-bentuk frustasi. Macam-macam frustasi.
Macam-macam frustasi ini pada gilirannya akan merangsang generasi muda untuk melakukan
tindakan-tindakan abnormal ( menyimpang).
Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang
akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas ( unprotected
sexuality ), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau
kehamilan yang tidak dikehendaki (adolecent unwanted pragnancy ) di
kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan
masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua
masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang
telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional .
Dari beberapa penelitian tentang perilaku reproduksi
remaja yang telah dilakukan, menunjukkan tingkat permisivitas remaja di Indonesia
cukup memprihatinkan. Faturochman (1992) merujuk beberapa penelitian yang
hasilnya dianggap mengejutkan, seperti penelitian Eko seorang remaja di
Yogyakarta (1983). Penelitian SAHAJA di Medan (1985) dan di
Kupang (1987), dan penelitian yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dengan
Perguruan Ilmu Kepolisian. Semua penelitian tersebut
Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual)
yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi
kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol,
penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau
tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif
kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif
serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko
tinggi, karena
kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang
dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang
dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja
antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS),
ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan
pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh mediamassa maupun gaya hidup.
berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh mediamassa maupun gaya hidup.
Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi
dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya.
Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan
formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan
keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta
mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri
di pedesaan, haid
pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).
pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).
Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak
sehat pada remaja justru adalah akibat
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk
memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses
reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua
dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan
fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah
(Iskandar, 1997).Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru
untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan
sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe, 1997: 368-376).Remaja
yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan
dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang
berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus,
paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak
kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (AKipke et al.,
1997:360-367).
Para remaja ini
berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan
obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar,
1997). menunjukkan bahwa remaja di daerah penelitian yang bersangkutan
telah melakukan hubungan seksual.
Penelitian-penelitian
tentang kesehatan reproduksi remaja yang pernah dilakukan di Bali memberikan
gambaran yang tidak jauh berbeda dengan penelitian di daerah lainnya. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan di Bali di antaranya oleh Faturochman dan
Sutjipto (1989), Mahaputera dan Yama Diputera (1993), Tjitarsa (1994), dan Alit
Laksmiwati (1999).
3. KB
KB adalah
singkatan dari Keluarga Berencana.maksud daripada ini adalah:
"Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran."
Dengan kata lain KB adalah
perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran sepertikondom, spiral, IUD dan
sebagainya.
Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal
adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir 1970'an pada :
· Pasangan Usia
Subur (PUS) adalah pasangan suami isteri yang isterinya berusia 15-49 tahun.
Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau
cerai.
· Pemakai
alat/cara KB adalah seseorang yang sedang atau pernah memakai
alat/cara KB.
· Pernah pemakai
alat/cara KB (ever user) adalah seseorang yang pernah
memakai alat/cara KB.
· Pemakai
alat/cara KB aktif (current user) adalah seseorang yang sedang memakai
alat/cara KB.
· Alat/cara KB
adalah alat/cara yang digunakan untuk mengatur kelahiran.
· Kebutuhan KB
yang tidak terpenuhi (unmet need) adalah persentase perempuan
usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, atau ingin menunda kelahiran
berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara KB.
Sampai saat ini belum ada suatu cara kontrasepsi yang
100% ideal. Ciri – ciri suatu kontrasepsi yang ideal meliputi daya guna, aman,
murah, estetik, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi terus – menerus, dan
efek sampingan minimal.
4. Indikator
Penghasilan
Penghasilan
perempuan meningkat, maka pola pemenuhan kebutuhan akan bergeser, dari
pemenuhan kebutuhan pokok saja, menjadi pemenuhan kebutuhan lain, khususnya
peningkatan kesehatan perempuan.
5. Indikator
Pendidikan
1. Angka
melek huruf
Secara
nasional sudah mencapai 87.9%, pada laki – laki sebesar 29.3 % dan pada
perempuan sebesar 83.5%
2. Rata
– rata lama sekolah
Tahun
efektif bersekolah pada umur lebih 15 tahun sebesar 7.09% dimana pada laki –
laki 7.62% dan perempuan 6.57%. angka ini menunjukkan bahwa secara rata – rata
pendidikan penduduk mencapai jenjang pendidikan kelas 1 SMP.
3. Jenjang
pendidikan yang telah di tambahkan.
Pada tahun
2003 penduduk usia lebih dari 10 tahun yang berpendidikan SMP hanya 36.21% pada
laki – laki sebesar 39.87 % dan perempuan 32.57%.
Kondisi
ini menunjukkan tentang taraf pendudukan perempuan belum setara dengan
laki–laki hal ini dikarenakan terbentuk konstruksi yang terbentuk dalam
masyarakat.
Pendidikan
yang tinggi di pandang perlu bagi kaum wanita, karena tingkat pendidikan yang
tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang
menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari
perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku
hidup sehat bila di bandingkan dengan seorang wanita yang berpendidikan rendah.
Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia semakin mammpu mandiri dengan
sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri.semakin tinggi pendidikan wanita
akan mudah menerima hal – hal yang baru dan mudah menyesuaikan diri dengan
masalah baru. Meningkatnya pendidikan berdampak pada pengalaman dan wawasan
yang semakin luas, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik khususnya
yang berhubugnan dengan kesehatan. Pendidikan dapat meningkatkan status social
dan kedudukan seorang perempuan dalam masyarakat, sehigga perempuan tersebiut
dapat meningkatkan aktifitas sehari – hari maupun akfitas sosialnya. Menurut
profil klasifikasi perempuan di berbagai Negara menunjukkan bahwa pendidikan,
pekerjaan, dan kesehatan perempuan Indonesia di nilai sangat buruk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan
dan persalinan merupakan penyebab kematian, penyakit dan kecacatan pada
perempuan usia reproduksi di Indonesia. Survey demografi kesehaatan Indonesia (
SDKI ) 2002/2003, melaporkan angka kematian ibu( AKI ) sebesar 307/100.000
kelahiran hidup. KB adalah singkatan dari Keluarga
Berencana.maksud daripada ini adalah: "Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran." Penghasilan perempuan meningkat, maka pola pemenuhan kebutuhan
akan bergeser, dari pemenuhan kebutuhan pokok saja, menjadi pemenuhan kebutuhan
lain, khususnya peningkatan kesehatan perempuan. Pendidikan yang tinggi di
pandang perlu bagi kaum wanita, karena tingkat pendidikan yang tinggi maka
mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut
masalah kesehatan mereka sendiri
B. Saran
1.
diharapkan kepada semua wanita agar sedini mungkin menjaga kesehatan
reproduksinya.
2.
diharapkan kepada setiap remaja diindonesia agar dapat mengenal serta menjaga
kesehatan reproduksinya
3.
diharapkan kepada setiap keluarga agar ikut berpartisipasi dalam membentuk
keluarga berencana.
4.
diharapkan dengan adanya penghasilan wanita dapat menunjang pemenuhan kebutuhan
lainnya khususnya peningkatan kesehatannya.
5.
diharapkan dengan meningkatnya tingkat pendidikan wanita dapat meningkatkan
taraf hidup dan membuat keputusan masalah yang menyangkut kesehatan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
- Wiknjosastro,
2007. Ilmu kebidanan, Ed.3.Jakarta : YBP-SP