Tiba-tiba handphoneku
berbunyi. Ada telfon yang masuk. Lagi-lagi dari nomor yang tidak kukenal. Aku
menutup bukuku dan mengangkap telfonku.
Tika: “Hallo??? Hallo???”
tidak ada jawaban. Hening sekali “who`s there???”
X: “ah, hallo”
Tika: “who`s there?!”
ucapku tegas
X: “tika???” dia
memanggil namaku!!!! dan tiba-tiba telfon terputus lagi.
“siapa ini? apa Kak Ando?
tapi kalau itu kak Ando... Kenapa
nomornya tidak terdaftar di dalam kontak telfon?” pikirku. Aku memakan pisang
yang tersisa di mejaku. Tiba-tiba handphoneku berbunyi sekali lagi. Dan yang
menelfonku dari nomor yang sama dengan yang tadi. Aku langsung mengangkatnya. Tidak
ada suara apapun. Hening sekali. Dan langsung saja kututup telfonnya.
Handphoneku bergetar lagi. Aku ragu untuk mengangkatnya. Dan akhirnya aku hanya
membiarkan handphoneku bergetar terus menerus sampai akhirnya handphoneku berhenti
bergetar. Aku menjadi takut. “Siapa yang menerorku? Memangnya aku punya salah
apa???” gumamku. Perasaanku jadi resah. Dan aku menaruh handphoneku di dalam
lemari dan mengunci lemari itu. Tetapi handphoneku tidak kumatikan kubiarkan
menyala. Aku memutuskan untuk belajar sampai larut malam. Sudah pukul 00:05.
Aku putuskan untuk membuka email dari laptop. “Banyak sekali email yang masuk” batinku.
Aku buka satu-persatu email yang masuk. Semua pengirim email itu adikku Andy.
Kecuali satu pengirim email yang tidak kukenali. Aku mencoba membaca email yang
masuk ini. >> Who are you? << “kenapa singkat sekali?” batinku. Aku
melihat tulisan yang tertera paling bawah. “Hendrik Santoso? HAH HENDRIK
SANTOSO?! AAA...!” Triakku. Ternyata dia melihat kertas itu. Terima Kasih
Allaaaah... aku bingung harus membalas apa. Apa aku harus membalas dengan terus
terang atau... aku bingung. Aku hanya membalas “Hy! Thank you so much for the
respons... I`m Mrs. Orange. May i to be your friend? =))” aku ragu untuk
mengirimnya atau tidak. Aku memejamkan mataku sebentar dan aku langsung klik
SEND! Berhasil terkirim. Aku membuka mataku. Bagaimana ini? aku ingin
membatalkannya tapi sudah terkirim?! Aku mengehela nafas panjang. Tiba-tiba
muncul kotak chat. Adikku mengirim beberapa text. Dan akhirnya aku mengobrol
dengannya. Sudah pukul 03:30. Pantas saja aku merasa mengantuk. Dan aku
memutuskan offline dan langsung tidur. “Kenapa adikku insomnia?” gumamku. Dan
aku langsung tertidur. Jam Waker ku berbunyi nyaring sekali dan akupun
terbangun. “Sudah pagi? Cepat sekali. Rasanya baru saja aku memejamkan mata”
Harus berangkat ke kampus.
Dengan mata setengah terbuka aku terpaksa harus berangkat. Walaupun sudah mandi
rasa kantuk tetap tak hilang. Ternyata sudah sampai di depan kampus aku tak
sadar. Akupun naik ke lantai 2 untuk masuk ke kelas. Aaaa mengantuk sekali.
Belum ada satupun guru yang masuk kelas. Akupun mencoba memanfaatkan waktu itu
untuk tidur sebentar. Baru saja memejamkan mata. Seorang guru masuk. Dia guru
baru. Aaaa aku tidak mengerti apa yang dia ucapkan. Kenapa dia menggunakan
bahasa spanyol disini??!!! Kelaspun menjadi gaduh. Pusing sekali rasanya.
Tiba-tiba bel berbunyi. “kenapa cepat sekali? Ada apa ini?” tiba-tiba kepalaku
terasa pusing. Bangku yang kududuki terasa bergetar. Ternyata bukan firasatku
saja. Ternyata ada gempa. Semua siswa berhamburan keluar kelas. Dan kami
diarahkan menjauhkan gedung sekolah. Kami berkumpul di tengah lapang. Gempapun
sudah berhenti. Walaupun gempa sudah berhenti tetapi kepalaku masih terasa
pusing. Setiap guru menghimbau para muridnya untuk tidak kembali kekelas untuk
beberapa saat karena ditakutkan akan ada gempa susulan. Gaduh sekali disini.
Yang sebelumnya aku mengantuk sekarang rasa kantukku hilang. Setiap siswa sibuk
dengan handphonenya untuk menghubungi temannya ataupun keluarganya. Tapi di
wajah mereka tidak ada wajah tampak cemas. Itu membuatku bangga dengan
orang-orang disini. Mereka tidak panik dan mereka tetap tertib mengikuti
saran-saran dari para guru. Aaa aku tidak suka disini. Padat sekali. Aku tidak
suka dalam keramaian. Itu membuatku pusing. Aku mencoba keluar dari keramaian.
Dan aku mengikuti beberapa orang yang berusaha keluar dari keramaian dan menuju
jalan raya depan sekolah. Jalan Raya depan sekolahku cukup sepi dan jarang ada
kendaraan yang berlalu lintas.
Haaah akhirnya bisa
bernafas lega bisa keluar dari kepadatan siswa yang berkumpul di lapangan
sekolah. Tiba-tiba ada gempa susulan. Aku langsung duduk di dekat jalan raya.
Aku takut. Tiba-tiba ada yang merangkul pundakku. Aku tidak tahu itu siapa
karena aku terus menunduk. Gempa berhenti. Aku mencoba mengangkat kepalaku dan
melihat siapa yang merangkul pundakku. Aku sedikit kaget. Musashi-kun. Dia yang
merangkul pundakku. Entah kenapa jantungku terasa berdetak kencang. Sebelumnya
belum ada yang pernah merangkul pundakku walaupun keluargaku sendiri. Dia
melihat kearahku. Aku mencoba menjauh darinya. Aku melihat sekelilingku. Kukira
hanya aku dan dia yang duduk disini. Ternyata hampir semuanya. Dia bangun dan
mengulurkan tangannya. Aku memegang tangannya dan bangun dari duduk. Tiba-tiba
aku tertarik melihat sepasang orang yang sedang terduduk dan berusaha
terbangun. Mereka mendekat kearahku! “Siapa mereka?” gumamku dalam hati.
VEROOOOO! Dan yang membuat aku shock. Seorang laki-laki yang sedang menggandeng
tangannya itu tidak begitu asing bagiku. HENDRIK???!!! aku hanya tercengang
melihat mereka berdua yang mendekat kearahku. Entah apa yang kupikirkan. Rasanya
ingin sekali aku ingin memisahkan mereka berdua! Sesak sekali rasanya.
Maksudnya apa ini?!!!! Vero menyapaku. “hai tika... sudah lama aku tak bertemu
denganmu” ucapnya dengan logatnya yang khas. Aku hanya membalasnya dengan
senyum masam. Aku menahan emosiku. Aku tak berani melihat wajah hendrik apalagi
menatap matanya. Aku meminta izin untuk pergi. Aku melangkah dengan lebar
menjauhi mereka. Aku masuk ke dalam gedung sekolah. Gempa susulan masih
terjadi. Semua siswa disarankan untuk keluar dari lingkungan sekolah. Dan
akhirnya akupun keluar kembali. Ah rasanya malu sekali. Aku menjaga jarak
dengan mereka. Setidaknya mereka tidak bisa melihatku walaupun aku masih bisa
melihat mereka. Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kegiatan
belajar mengajar. Akhirnya sekolah memulangkan setiap siswanya lebih cepat dari
waktu yang biasanya. “Untung saja tadi aku membawa tasku” ucapku dalam hati.
Dari jarak yang cukup jauh aku mengawasi mereka bertiga. Aku bersembunyi
diantara kerumunan orang-orang. Haaah rasanya aku seperti penguntit. Melihat
mereka berdua bergandengan membuatku merasa gerah! Kepalaku terasa panas.
Walaupun cuaca saat ini begitu dingin tapi aku merasa badanku terasa panas
sekali. Rasa marah, kesal, sedih, dan segalanya menjadi satu mungkin itu yang
membuatku menjadi gusar. Emosiku mulai meluap. Aku memutuskan untuk pulang. Aku
berjalan menuju rumah. Di sepanjang perjalanan aku menendang setiap ada benda
yang ada di tanah. Aku melawati sebuah taman yang cukup sepi dan aku melihat
sepeda bejajar rapi di samping jalan. Aku melihat kaleng minuman kosong dekat
kumpulan sepeda tersebut. Aku berniat mengambil botol kaleng minuman tersebut
dan akan kumasukan batu kedalam kaleng tersebut. Tanpa sengaja ketika aku akan
mengambil kaleng tersebut. Bokongku mendorong salah satu sepeda dan membuat
jatuh sepeda terebut. Kukira hanya akan ada 1 sepeda saja yang jatuh ternyata
setiap sepeda di sepanjang jalan tersebut rubuh saling menimpa antara sepeda
satu dengan sepeda yang lain. Aku kaget. Aku menjadi panik awalnya aku akan
membangunkan sepeda tersebut tapi karena terlalu banyak aku menjadi bingung. Aku
mencoba membangunkan sepeda itu satu per satu. Sudah setengah dari puluhan
sepeda yang kujatuhkan. Dan salah seorang yang melihat aku merubuhkan
sepeda-sepeda tersebut meneriakiku. Aku menjadi panik. Aku bingung harus
berbuat apa. Tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang dan manarikku untuk
berlari. Aku dan dia berlari sekencang-kencangnya. Orang yang meriakiku
mengejarku. Aaaaa aku takut. Sudah begitu jauh aku berlari dan aku sudah tidak
melihat orang yang meneriakiku tadi. Orang yang menrikiku tertawa kepadaku. Aku
tidak tahu itu siapa dan sampai akhirnya dia menengok kearahku. Musashi-kun.
Kenapa harus dia? Dia terus tertawa. Akupun jadi tertular untuk tertawa. Aku
tidak tahu dia menangis atau tertawa karena dia mengeluarkan air mata.
Tiba-tiba badanku terasa lemas. Karena aku tidak kuat aku langsung duduk di
jalan. Wajahnya yang sebelumnya penuh tawa sekarang menjadi wajah yang penuh
tegang karena melihatku yang tiba-tiba duduk di jalan. Dia membantuku untuk
berdiri. Dan dia memanggilkan aku sebuah taksi untuk pulang. Dia mengantarku
sampai rumah. Sepertinya aku selalu merepotkannya. Sampai di depan rumah dia
membantuku masuk kerumah dan duduk di sofa. Dirumah sepi. Kak Ando dan Kak Raya
belum pulang dari kampusnya masing-masing. Dia mengambilkan ku air putih. “maaf
merepotkan” ucapku padanya. “kau kenapa?” tanyanya. “seperti aku hanya
kelelahan saja. Semalam aku tidak cukup tidur dan aku belum sarapan” ucapku
agar dia tidak perlu merasa khawatir.
“kau sedang memikirkan
sesuatu? Sepertinya emosimu sedang meningkat” ucapnya sambil memegang tanganku
dan mengecek tekanan nadiku. “kamu tak perlu tahu. Ini privasi”. Ucapku masam.
“Apa kau benar-benar menyukainya?” ucapnya dengan serius. “siapa yang kamu
maksud?”. “Aku tahu. Tanpa kau memberitahui ku aku sudah tau.” Ucapnya. “jika
kamu sudah tahu untuk apa kamu bertanya?”. “aku ingin mendengar semua itu
langsung dari mulutmu. Apa kau benar-benar mencintainya?”. “lalu, jika aku
memberitahui mu apa itu akan mengubah segalanya?” jawabku tegas. “kenapa kau
selalu mengelak?” ucapnya dengan memasang wajah tegas. “aku tak mengelak
apapun. Bisakah kau berhenti bertanya seperti itu?!” ujarku. Dan suasan pun menjadi
hening sekali. Badanku menjadi panas. Dan kami hanya terdiam. Cuaca hari ini
cukup dingin tapi aku merasa ruangan ini panas sekali. Sudah lebih dari 30
menit kami berdua terdiam. Dan akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Aku
mengantarnya sampai kedepan gerbang. “terima kasih untuk semua yang kamu
lakukan untukku tadi. Sampai jumpa besok” ucapku padanya. “ya sampai jumpa
besok” dan diapun pergi. Aku pun masuk ke dalam kamar dan mengurung diriku.
Emosiku memang benar-benar sedang bergejolak. Aku menahan diriku untuk berbuat
yang aneh-aneh dan tetap berfikir positif. “Lebih baik aku belajar untuk bahan
pelajaran besok pagi.” Sudah 3 jam aku berada di dalam kamar untuk membaca buku
kedokteran yang tebalnya seperti piring setengah lusin itu. Aku merasa bosan.
Tiba-tiba terdengar ada orang membuka pintu dan aku segera keluar kamar.
“Ah?Tika? Kamu sudah pulang?” ucap kak Raya. Ternyata Kak Raya yang membuka
pintu. “Tadi gempa yah. Apa pada saat gempa kamu sudah berada dirumah?” “tidak.
Saat gempa sedang berlangsung aku sedang berada dikampus. Karena gempa susulan
terus datang pihak sekolah memutuskan untuk memulangkan siswa lebih cepat demi
keamanan.” “Oh begitu. Sebenarnya aku juga pulang cepat. Tapi tadi aku terkena
macet panjang sepertinya ada kecelakaan.” “kecelakaan? Kecelakaan apa???”
“sepertinya seorang mahasiswa” “mahasiswa? Kamu yakin kak?” tiba-tiba aku
teringat Musashi-kun. Tiba-tiba dadaku terasa sesak. “Mahasiswa? Dimana? Dia
pejalan kaki??? Dia memakai baju apa?” tanyaku dengan rasa khawatir yang meliputi
hatiku. “kau kenapa? Sepertinya penasaran sekali?” “Ah, tidak kak. Aku hanya
penasaran saja” ucapku masam.
Aku mencoba untuk
menghubungi Musashi-kun. “aku taruh handphone diamana ya? Sepertinya tadi aku
tak bawa handphone kesekolah” aku mencari-cari handphoneku di ruang tamu, ruang
keluarga, dan kamarku. “kau sedang mencari apa? Kau tak memakan kue yang
dikulkas?” tanya kak Raya padaku. “aku lupa menaruh handphoneku. Aku tidak
terlalu suka manis kak” “kamu tak suka manis? Memangnya handphonemu kamu taruh
dimana? Sepertinya kemarin kamu juga lupa menaruh handphonemu. Coba saja kau
hubungi handphonemu dengan handphoneku” “tak perlu kak. Handphonenya aku
silent” “ah? Kamu ini. terakhir kali kamu taruh mana?” “jika aku ingat aku tak
perlu mencarinya kak” suasana menjadi hening. “baiklah aku bantu cari di ruang tamu dan
keluarga sekali lagi” “terima kasih kak”. Aku mencari handphonenya di kamarku.
Aku sudah merasa lelah untuk mencarinya. Dan aku putuskan untuk tidak
mencarinya. “Kak” panggilku pada kak Raya. “Ya... sudah ketemu?” dia
menghampiriku. “Belum kak. Yasudahlah kak tak usah dicari. Terima kasih kak
sudah membantu” ucapku dengan tersenyum dan dia kembali kekamarnya. Aku
berbaring di kasurku dan memejamkan mata. “Ya Allah semoga bukan dia... semoga
bukan dia... semoga bukan dia...” doaku dalam hati. Aku menjadi merasa bersalah
karena aku tadi mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya kukatakan. Aku
membuka mataku dan menoleh ke notebook kesayanganku. Aku memutuskan untuk
membuka email sebentar. Ada 2 pesan yang masuk. Salah satu dari 2 pesan itu
adalah dari Hendrik. aku malas sekali membalas emailnya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kirim Kritik Dan Sarannya^^)/ jangan Mengandung Sara Ya Kawan