Sudah siang. Berjalan menuju
perpustakaan langkah demi langkah. Dan perut berbunyi. “untung tidak ada yang
dengar, haha” ucapku. Sebenarnya tujuanku ke perpustakaan bukan untuk membaca
buku atau mengerjakan tugas. Tapi sebenarnya cuma untuk beristirahat saja. Aku
langsung duduk di salah satu kursi yang kosong.
“Aroma buku-buku ini mengingatkanku
sesuatu”. Aku menaruh tasku, dan tasku kujadikan bantal untuk beristirahat
sebentar. Aku menoleh ke arah sisi kanan yang posisinya tidak ada orang
disampingku. Tiba-tiba ada orang duduk di sebelah kananku. Otomatis aku
melihatnya. Dia pria. Aku tidak beranjak dari posisiku yang setengah duduk dan
kepalaku disenderkan ke atas tasku. Dia menoleh kearahku. Sepertinya aku pernah
melihatnya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku walaupun tidak terlalu dekat
tetap saja membuatku kaget. Sontak aku terbangun.
Dia... Dia... Dia... yang
menarik tasku waktu itu! “haaaah” ucapku dan segera menoleh ke arah kiri agar
aku tidak melihat wajahnya. “Kenapa harus ketemu dia lagi? Disini pula? Ya
allah”. Ujarku sambil menghela nafas. Aku mencoba memejamkan mataku dan
tiba-tiba dia berbicara. Sepertinya dia berbicara padaku. Tapi aku tak
mempedulikannya dan aku hanya memejamkan mataku sebentar. “hey, apa kau tuli?”
ucapnya. Aku langsung membuka mataku. “siapa yang berkata seperti itu?” aku
langsung menoleh ke arahnya. “Hey” ucapnya dan dia melambaikan tangannya depan
mataku.
“kenapa kau bisa bahasa indonesiaaaaaaaaaaaaaa?” aku berbicara keras
sekali. Dan setiap orang diperpustakaan tersebut menyuruhku diam dengan bahasa
isyarat memasang telunjuk dibibir. Dia tertawa tipis. SHOCK abis. Aku berbisik
padanya “hey bagaimana bisa? Apa kau orang indonesia?” tanyaku penasaran.
“memangnya hanya orang indonesia saja yang dapat menggunakan bahasa?” jawabnya.
Bukan itu jawaban yang aku minta!
Dia menyebalkan sekali.
Tapi apa dia orang indonesia juga??? Aku hanya terdiam dan menatapnya dengan
penuh tanda tanya. “Bagaimana kamu bisa menggunakan bahasa?” tanyaku sekali
lagi. “ibu tiriku orang indonesia” jawabnya dengan pelan. Aku hanya melihat
wajahnya saja. “Benarkah itu?” tanyaku dengan penasaran. “ya” jawabnya. Entah
kenapa aku jadi tertarik dengan pria di depanku ini. Aku tertarik tentang kisah
hidupnya. Ibu tiri ujarnya? Ibu tiri dia WNI, bagaimana bisa? Lalu apa ibu
tirinya itu mengajarkan bahasa indonesia padanya? Banyak sekali yang ingin ku
ketahui tentangnya. Sudah 3 jam aku berbincang dengannya. Tak terasa sudah
selama itu.
Perutku mengeluarkan
bunyi lagi. Dan sekarang pria di depanku ini mendengarnya. Malu sekali rasanya.
Dia menertawaiku. Menyebalkan sekali. “kau belum makan?” tanyanya. Dan aku
hanya menganggukkan kepala saja. Dia mengajakku ke sebuah kedai makanan yang
bagus katanya. Baiklah. Dan akhirnya temanku bertambah. Tak aku sangka orang
yang selalu kuhindari dan akhirnya sekarang dia jadi teman yang selalu ku ajak
bicara. “masih jauh?” ucapku, “tidak, mungkin kalo mengobrol tak akan terasa”
jawabnya. Dan akhirnya kami mengobrol sepanjang jalan. “Rasanya senang sekali
bisa berbincang menggunkan bahasa indonesia dengan bebas dan lancar dengan
orang yang memang bukan orang indonesia dan dinegara asing juga” kataku.
“benarkah? Dari tadi kita berbincang tapi saya belum tahu namamu” ucapnya.
“benar juga, aku tika asli indonesia. Kamu?” “musashi... fumiya musashi”
jawabnya sambil tersenyum. “musashi? Benar itu namamu? Setahuku musashi nama
seorang pahlawan bukan? Apa jurusanmu?”. “tanya ibuku. Aku sama dengan
jurusanmu” jawabnya pelan. “kenapa? Apa salah? Maaf jika lancang, apa yang
terjadi dengan keluargamu? Ah maaf... tak perlu kau jawab” ucapku dengan senyum
terpaksa. “tidak apa” jawabnya. Singkat sekali... apa aku menyinggungnya?
Padahal baru saja menjadi teman dan aku sudah menyinggungnya... bodoh sekali,
sungguh. Kenapa tak sampai-sampai juga ya? Sudah 10 menit aku berjalan tapi tak
sampai juga. “Apa yang kamu suka?” ucapnya untuk membuka lagi pembicaraan.
“apa?” jawabku, aku tidak mengerti apa maksudnya. Aku hanya menunduk dan
melihat sekelilingku dengan wajah bosan. “Sepertinya kamu tertarik sekali
dengan kehidupanku” ucapnya sambil menolehku sesaat. Aku tak menjawabnya. Sepertinya
dia tersinggung. Ya allah maaf....
Sudah 25 menit jalan, dan
hanya diam seperti ini. Lelah banget rasanya. Aku melangkah lebih cepat
sehingga dia tertinggal di belakang. Padahal aku tidak tahu arahnya kemana.
Ketika di persimpangan aku tetap berjalan lurus dan akan menyeberang jalan. Musashi kun... dia berlari. Kukira dia mau
mengejarku makanya langkahku ku percepat dari sebelumnya. Sesaat mau
menyeberang dia menarik tanganku. Sontak aku kaget. Ternyata arahnya salah.
Seharusnya tidak perlu menyeberang. Dan hanya belok ke arah kanan. Ah memalukan
sekali. Lalu aku berjalan dibelakangnya saja. Aku seperti penguntit. Tingkah
konyol ini muncul lagi. Aaaa memalukan. Aku berjalan sambil menunduk. Dan
sekali lagi tanganku ditarik olehnya. Ternyata udah sampai, akunya malah mau
melangkah terus. Maluuuuuuuuu. Rasanya mau lari dan lagsung mau naik taksi
pulaaaang. Yaaah ramai sekali resto ini. Sudah jalan lebih dari 20 menit,
sesampai disini malah penuh. “kenapa begini? Udah tadi singgung perasaan dia,
tangan ditarik karena kesok tahuan, dan sekarang restonya penuh” gumamku.
Dia
mendorongku masuk dan ternyata masih ada satu tempat yang kosong. Syukurlah.
“makanan disini lezat, kamu mau apa?” ucapnya. “oh ya? Aku vegan. Mengerti
kan?” jawabku. “kamu vegan? Baiklah. Kenapa tidak bilang dari awal?” ucapnya.
“karena kau tak bertanya makanya aku tak katakan” ucapku sambil tersenyum
tipis. “kenapa kita tidak di layani?” ujarnya. “maklumi saja, disini sedang
ramai” jawabku sambil menggeserkan tisu ke kanan ke kiri di meja makan. “apa
kamu tidak suka ini?” ucapnya sambil mengambil tisu yang kumainkan dan
menaruhnya ketempat semula. Aku langsung menempelkan kepalaku ke atas meja.
Pusing sekali rasanya. Semua cacing diperut ini bergejolak dan berdemo
menyuarakan agar perut ini di isi makanan. Aku tak punya tenaga. Aku mencoba
mengangkat kepalaku dan aku tidak melihat dia di depanku! Apa aku ditinggal
olehnya?! Jahat sekali....! Aku menunduk lagi dan tiba-tiba dia menempelkan
piring berisi makanan di pipiku, dan sontak aku terbangun. Dia tertawa
melihatku yang terkapar seperti seminggu tak diberi makan. “Apa ini? Apa ini
meatball?” tanyaku. “tenang saja, itu terbuat dari bahan organik” jawabnya
sambil tersenyum. “Apa kamu mengambil makanan itu sendiri dari dapur resto ini?
Mana makananmu?” ucapku dan tiba-tiba kepalaku pusing sekali dan sekali lagi
aku menundukkan kepalaku di meja. “Sudah, makanlah. Kamu seperti anak yang
kelaparan” ujarnya sambil tertawa. Aku langsung mencoba dan menyantap
makanannya. OISHI...! sepertinya meatball ini terbuat dari kedelai. Aku kira
begitu. Tak sadar aku menyantapnya dengan cepat dan aku lupa kalau ada dia di
depanku. Aku menoleh ke wajahnya dan dia hanya tersenyum. Jadi salting
gini.”Apa benar yang di hadapanku ini adalah seorang calon dokter?” ucapnya
sambil tertawa. Menyebalkan sekali....!!!! “makananmu mana? Kau mau coba ini?
Ini enak” tawarku padanya. Dan dia hanya membuka mulutnya saja. Apa maksudnya?
Apa maksudnya dia mau dan aku menyuapinya? Manja sekali. Dan akhirnya aku
menyuapinya dengan meatball bulat-bulat. Itu tanda terima kasihku
Makananku sudah habis,
dan makanan dia baru sampai di meja. Kenapa pelayanan disini begitu buruk?
Seharusnya pelanggan tidak boleh ditelantarkan seperti ini. Pelanggan itu raja
bukan! Dan dia menyantap makanannya. Melihat caranya makan membuatku ingin
tertawa. Dia menoleh kearahku. Ternyata dia sadar jika dia sedang kutertawakan.
Aku langsung terdiam ketika dia melihatku dan berpura-pura seolah tidak terjadi
apa-apa. “alhamdulillah, kenyang” ucapku. “kamu islam?” tanyanya. “ya, kenapa?”
jawabku. “benarkah? Aku pun sama denganmu” aku langsung melihatnya dan
terkaget. Apa dia serius? Banyak hal yang gak pernah terpikir tentang dirinya.
Pertama, dia berwajah oriental sekali, dan dia bisa berbahasa indonesia dengan
lancar sekali.. kedua, dia seagama denganku. Aku belum tahu, kejutan apalagi
yang akan muncul dai mulutnya itu. Dia menyantap makanannya dengan lahap.
Selama dia makan aku memikirkan banyak hal tentangnya dan muncul pertanyaan
pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya. Dia selesai makan, dan kami
memutuskan untuk beristirahat disini sebentar.
“kamu mau tanya apa
tentangku?” tanyanya. Aku hanya melihatnya dan bertanya-tanya dalam pikirku.
Apa dia menawarkan diri untuk ku intrograsi? “mau kumulai dari mana?” tawarnya.
“bagaimana kau bisa bahasa indonesia dengan lancar? Dan padahal kau orang
jepang asli bukan?” tanyaku tegas. “akan kujawab secara singkat saja. saya
memiliki ibu tiri dan dia warga indonesia. Walaupun dia ibu tiri saya tak
pernah menganggapnya sebagai ibu tiri atau macam hal lainnya. Saya tumbuh besar
bersamanya dan juga dengan ayahku sejak kecil. Umur 7 tahun saya pernah tinggal
di singapore sampai usia 17 tahun. Dan tinggal 2 tahun di Batam. Dan pada
akhirnya kembali kesini sampai sekarang. Intinya saya dapat lancar bahasa
karena faktor tempat saya tumbuh” aku hanya terdiam “apa itu benar? Berarti dia
dapat bahasa mandarin juga bukan?” gumamku dalam hati. “wow” jawabku singkat.
Dia tersenyum dan mengajakku kembali ke kampus. Sepertinya tenaga yang baru
saja kuisi ini akan habis kembali sesampai di kampus. Padahal baru saja kami
berkenalan, tapi serasa sudah seperti sahabat akrab sekali seperti sudah
berteman selama bertahun-tahun. Aku nyaman bercerita padanya. Di saat berjalan
tiba-tiba dia tertawa sendiri. Aku jadi penasaran apa yang di pikirannya itu.
“kamu tahu? saya sedang mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu di belakang
sekolah. Tindakanmu itu ” ucapnya. Ketika dia berkata seperti itu, tiba-tiba
aku menghentikan langkahku. Kenapa harus ingat lagi?!. Aku langsung bergegas
pergi dan mempercepat langkahku. Dan pada akhirnya aku berlari menjauhinya.
“hey, jangan berlari!” teriaknya dari belakang. Aku tak peduli. Karena dia
berkata begitu aku jadi ingat pada Hendrik dan perempuan itu. Grr jadi panas
kepala ini. Aku mencoba menengok kebelakang dan aku tak melihatnya. Sepertinya
dia tertinggal jauh. Lalu aku melambatkan langkahku.
Aku baru teringat. Tadi
pagi aku berbincang pada Hendrik. Tiba-tiba aku jadi mempunyai keinginan
merebut Hendrik dari wanita itu. “Kenapa aku jadi berfikiran kaya gini?”
gumamku. “sedang memikirkan apa?” ucap musashi kun padaku. Aku terkaget. Cepat sekali!
Bagaimana bisa tiba-tiba dia disampingku?! Aku tak mendengar langkah kakinya!
Sungguh! Aku bergegas mempercepat langkahku. Dan dia menarik tasku. “sepertinya
kau senang sekali menarik tasku?!” “jangan berlari lagi” jawabnya dengan
terengah-engah. Aku menghentikan langkahnya. “Kau berlari? Sepertinya kau
tampak pucat” aku baru sadar wajahnya pucat. Sepertinya aku orang jahat sekali.
Meninggalkan teman yang sudah mentraktirku dan membuat wajahnya pucat seperti
ini. “sudahlah ayo jalan” ucapnya dan melanjutkan jalan. Aku menarik bajunya
dari belakang. “basah sekali bajunya, jangan sampai dia dehidrasi” ucapku
pelan. “Sudah istirahat sebentar. Bajumu basah sekali, sepertinya kau berlari
kencang sekali ya tampan?” ucapku dengan senyum padanya. Setidaknya aku harus
bisa membuat dia tidak marah padaku. “kamu merasa bersalah?” ucapnyadengan
wajah datar. Aku memang teman yang jahat sekali. Dia terus berjalan dan aku
membuntutinya dari belakang. “bagaimana ini? Aku merasa bersalah” pikirku. Aku
melihat ada kedai minuman dan aku mendapatkan ide! Aku langsung mengejarnya dan
menarik baju bagian belakang dirinya. “jangan seperti itu” ucapnya dengan wajah
tampa ekspresi. Seram sekali dia seperti itu. Aku langsung saja mendorongnya
menuju kedai minuman tersebut. Aaaah berat sekali orang ini! Aku langsung
mengambil kursi dan memaksanya untuk duduk. Wajahnya tambah pucat! Bagaimana
ini? Dia hanya diam saja. Aku harus berbuat apa???????
Haaah sejuk banget
sepoian angin disini... “hmmm Chotto suzuii ne” ucapku. Kenapa dia hanya diam
saja daritadi ya? “kau mau disini atau didalam?” ucapku sekali lagi. Dan dia
tidak menjawab. Rasanya mau gigit kepalanya itu grrr. Lalu ada waitress datang
ke mejaku. “Mau pesan apa ini? Dari tadi dia diam saja. Ditanya juga diam.
Bibirnya pucat banget.” Gumamku. haah. “2 orange juice” ucapku pada waitress
tersebut.
Dan akhirnya minuman yang aku pesan datang. “Minumlah, jangan sampai
kau dehidrasi” ucapku cemas. Dia hanya terdiam dan memainkan sedotan di dalam
jusnya tersebut. “I dont know what i must to do” ucapku pelan dan ternyata dia
mendengarnya. Entah kenapa rasanya seperti orang yang sedang kencan dan
sekarang sedang berkelahi. Aku tersenyum sendiri berpikir seperti itu.
Perhatianku langsung tertuju pada wanita berambut panjang yang baru saja keluar
dari kedai bagian dalam minuman ini. aku tidak menyangka jika itu vero!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kirim Kritik Dan Sarannya^^)/ jangan Mengandung Sara Ya Kawan