Jumat, 29 Juni 2012

Part 11 - Telfon Misterius. Gempa. Mereka. Emosi Meluap. LALU APA?!


Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ada telfon yang masuk. Lagi-lagi dari nomor yang tidak kukenal. Aku menutup bukuku dan mengangkap telfonku.
Tika: “Hallo??? Hallo???” tidak ada jawaban. Hening sekali “who`s there???”
X: “ah, hallo”
Tika: “who`s there?!” ucapku tegas
X: “tika???” dia memanggil namaku!!!! dan tiba-tiba telfon terputus lagi.

“siapa ini? apa Kak Ando? tapi kalau itu kak Ando...  Kenapa nomornya tidak terdaftar di dalam kontak telfon?” pikirku. Aku memakan pisang yang tersisa di mejaku. Tiba-tiba handphoneku berbunyi sekali lagi. Dan yang menelfonku dari nomor yang sama dengan yang tadi. Aku langsung mengangkatnya. Tidak ada suara apapun. Hening sekali. Dan langsung saja kututup telfonnya. Handphoneku bergetar lagi. Aku ragu untuk mengangkatnya. Dan akhirnya aku hanya membiarkan handphoneku bergetar terus menerus sampai akhirnya handphoneku berhenti bergetar. Aku menjadi takut. “Siapa yang menerorku? Memangnya aku punya salah apa???” gumamku. Perasaanku jadi resah. Dan aku menaruh handphoneku di dalam lemari dan mengunci lemari itu. Tetapi handphoneku tidak kumatikan kubiarkan menyala. Aku memutuskan untuk belajar sampai larut malam. Sudah pukul 00:05. Aku putuskan untuk membuka email dari laptop. “Banyak sekali email yang masuk” batinku. Aku buka satu-persatu email yang masuk. Semua pengirim email itu adikku Andy. Kecuali satu pengirim email yang tidak kukenali. Aku mencoba membaca email yang masuk ini. >> Who are you? << “kenapa singkat sekali?” batinku. Aku melihat tulisan yang tertera paling bawah. “Hendrik Santoso? HAH HENDRIK SANTOSO?! AAA...!” Triakku. Ternyata dia melihat kertas itu. Terima Kasih Allaaaah... aku bingung harus membalas apa. Apa aku harus membalas dengan terus terang atau... aku bingung. Aku hanya membalas “Hy! Thank you so much for the respons... I`m Mrs. Orange. May i to be your friend? =))” aku ragu untuk mengirimnya atau tidak. Aku memejamkan mataku sebentar dan aku langsung klik SEND! Berhasil terkirim. Aku membuka mataku. Bagaimana ini? aku ingin membatalkannya tapi sudah terkirim?! Aku mengehela nafas panjang. Tiba-tiba muncul kotak chat. Adikku mengirim beberapa text. Dan akhirnya aku mengobrol dengannya. Sudah pukul 03:30. Pantas saja aku merasa mengantuk. Dan aku memutuskan offline dan langsung tidur. “Kenapa adikku insomnia?” gumamku. Dan aku langsung tertidur. Jam Waker ku berbunyi nyaring sekali dan akupun terbangun. “Sudah pagi? Cepat sekali. Rasanya baru saja aku memejamkan mata”

Harus berangkat ke kampus. Dengan mata setengah terbuka aku terpaksa harus berangkat. Walaupun sudah mandi rasa kantuk tetap tak hilang. Ternyata sudah sampai di depan kampus aku tak sadar. Akupun naik ke lantai 2 untuk masuk ke kelas. Aaaa mengantuk sekali. Belum ada satupun guru yang masuk kelas. Akupun mencoba memanfaatkan waktu itu untuk tidur sebentar. Baru saja memejamkan mata. Seorang guru masuk. Dia guru baru. Aaaa aku tidak mengerti apa yang dia ucapkan. Kenapa dia menggunakan bahasa spanyol disini??!!! Kelaspun menjadi gaduh. Pusing sekali rasanya. Tiba-tiba bel berbunyi. “kenapa cepat sekali? Ada apa ini?” tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Bangku yang kududuki terasa bergetar. Ternyata bukan firasatku saja. Ternyata ada gempa. Semua siswa berhamburan keluar kelas. Dan kami diarahkan menjauhkan gedung sekolah. Kami berkumpul di tengah lapang. Gempapun sudah berhenti. Walaupun gempa sudah berhenti tetapi kepalaku masih terasa pusing. Setiap guru menghimbau para muridnya untuk tidak kembali kekelas untuk beberapa saat karena ditakutkan akan ada gempa susulan. Gaduh sekali disini. Yang sebelumnya aku mengantuk sekarang rasa kantukku hilang. Setiap siswa sibuk dengan handphonenya untuk menghubungi temannya ataupun keluarganya. Tapi di wajah mereka tidak ada wajah tampak cemas. Itu membuatku bangga dengan orang-orang disini. Mereka tidak panik dan mereka tetap tertib mengikuti saran-saran dari para guru. Aaa aku tidak suka disini. Padat sekali. Aku tidak suka dalam keramaian. Itu membuatku pusing. Aku mencoba keluar dari keramaian. Dan aku mengikuti beberapa orang yang berusaha keluar dari keramaian dan menuju jalan raya depan sekolah. Jalan Raya depan sekolahku cukup sepi dan jarang ada kendaraan yang berlalu lintas.

Haaah akhirnya bisa bernafas lega bisa keluar dari kepadatan siswa yang berkumpul di lapangan sekolah. Tiba-tiba ada gempa susulan. Aku langsung duduk di dekat jalan raya. Aku takut. Tiba-tiba ada yang merangkul pundakku. Aku tidak tahu itu siapa karena aku terus menunduk. Gempa berhenti. Aku mencoba mengangkat kepalaku dan melihat siapa yang merangkul pundakku. Aku sedikit kaget. Musashi-kun. Dia yang merangkul pundakku. Entah kenapa jantungku terasa berdetak kencang. Sebelumnya belum ada yang pernah merangkul pundakku walaupun keluargaku sendiri. Dia melihat kearahku. Aku mencoba menjauh darinya. Aku melihat sekelilingku. Kukira hanya aku dan dia yang duduk disini. Ternyata hampir semuanya. Dia bangun dan mengulurkan tangannya. Aku memegang tangannya dan bangun dari duduk. Tiba-tiba aku tertarik melihat sepasang orang yang sedang terduduk dan berusaha terbangun. Mereka mendekat kearahku! “Siapa mereka?” gumamku dalam hati. VEROOOOO! Dan yang membuat aku shock. Seorang laki-laki yang sedang menggandeng tangannya itu tidak begitu asing bagiku. HENDRIK???!!! aku hanya tercengang melihat mereka berdua yang mendekat kearahku. Entah apa yang kupikirkan. Rasanya ingin sekali aku ingin memisahkan mereka berdua! Sesak sekali rasanya. Maksudnya apa ini?!!!! Vero menyapaku. “hai tika... sudah lama aku tak bertemu denganmu” ucapnya dengan logatnya yang khas. Aku hanya membalasnya dengan senyum masam. Aku menahan emosiku. Aku tak berani melihat wajah hendrik apalagi menatap matanya. Aku meminta izin untuk pergi. Aku melangkah dengan lebar menjauhi mereka. Aku masuk ke dalam gedung sekolah. Gempa susulan masih terjadi. Semua siswa disarankan untuk keluar dari lingkungan sekolah. Dan akhirnya akupun keluar kembali. Ah rasanya malu sekali. Aku menjaga jarak dengan mereka. Setidaknya mereka tidak bisa melihatku walaupun aku masih bisa melihat mereka. Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar. Akhirnya sekolah memulangkan setiap siswanya lebih cepat dari waktu yang biasanya. “Untung saja tadi aku membawa tasku” ucapku dalam hati. Dari jarak yang cukup jauh aku mengawasi mereka bertiga. Aku bersembunyi diantara kerumunan orang-orang. Haaah rasanya aku seperti penguntit. Melihat mereka berdua bergandengan membuatku merasa gerah! Kepalaku terasa panas. Walaupun cuaca saat ini begitu dingin tapi aku merasa badanku terasa panas sekali. Rasa marah, kesal, sedih, dan segalanya menjadi satu mungkin itu yang membuatku menjadi gusar. Emosiku mulai meluap. Aku memutuskan untuk pulang. Aku berjalan menuju rumah. Di sepanjang perjalanan aku menendang setiap ada benda yang ada di tanah. Aku melawati sebuah taman yang cukup sepi dan aku melihat sepeda bejajar rapi di samping jalan. Aku melihat kaleng minuman kosong dekat kumpulan sepeda tersebut. Aku berniat mengambil botol kaleng minuman tersebut dan akan kumasukan batu kedalam kaleng tersebut. Tanpa sengaja ketika aku akan mengambil kaleng tersebut. Bokongku mendorong salah satu sepeda dan membuat jatuh sepeda terebut. Kukira hanya akan ada 1 sepeda saja yang jatuh ternyata setiap sepeda di sepanjang jalan tersebut rubuh saling menimpa antara sepeda satu dengan sepeda yang lain. Aku kaget. Aku menjadi panik awalnya aku akan membangunkan sepeda tersebut tapi karena terlalu banyak aku menjadi bingung. Aku mencoba membangunkan sepeda itu satu per satu. Sudah setengah dari puluhan sepeda yang kujatuhkan. Dan salah seorang yang melihat aku merubuhkan sepeda-sepeda tersebut meneriakiku. Aku menjadi panik. Aku bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang dan manarikku untuk berlari. Aku dan dia berlari sekencang-kencangnya. Orang yang meriakiku mengejarku. Aaaaa aku takut. Sudah begitu jauh aku berlari dan aku sudah tidak melihat orang yang meneriakiku tadi. Orang yang menrikiku tertawa kepadaku. Aku tidak tahu itu siapa dan sampai akhirnya dia menengok kearahku. Musashi-kun. Kenapa harus dia? Dia terus tertawa. Akupun jadi tertular untuk tertawa. Aku tidak tahu dia menangis atau tertawa karena dia mengeluarkan air mata. Tiba-tiba badanku terasa lemas. Karena aku tidak kuat aku langsung duduk di jalan. Wajahnya yang sebelumnya penuh tawa sekarang menjadi wajah yang penuh tegang karena melihatku yang tiba-tiba duduk di jalan. Dia membantuku untuk berdiri. Dan dia memanggilkan aku sebuah taksi untuk pulang. Dia mengantarku sampai rumah. Sepertinya aku selalu merepotkannya. Sampai di depan rumah dia membantuku masuk kerumah dan duduk di sofa. Dirumah sepi. Kak Ando dan Kak Raya belum pulang dari kampusnya masing-masing. Dia mengambilkan ku air putih. “maaf merepotkan” ucapku padanya. “kau kenapa?” tanyanya. “seperti aku hanya kelelahan saja. Semalam aku tidak cukup tidur dan aku belum sarapan” ucapku agar dia tidak perlu merasa khawatir.

“kau sedang memikirkan sesuatu? Sepertinya emosimu sedang meningkat” ucapnya sambil memegang tanganku dan mengecek tekanan nadiku. “kamu tak perlu tahu. Ini privasi”. Ucapku masam. “Apa kau benar-benar menyukainya?” ucapnya dengan serius. “siapa yang kamu maksud?”. “Aku tahu. Tanpa kau memberitahui ku aku sudah tau.” Ucapnya. “jika kamu sudah tahu untuk apa kamu bertanya?”. “aku ingin mendengar semua itu langsung dari mulutmu. Apa kau benar-benar mencintainya?”. “lalu, jika aku memberitahui mu apa itu akan mengubah segalanya?” jawabku tegas. “kenapa kau selalu mengelak?” ucapnya dengan memasang wajah tegas. “aku tak mengelak apapun. Bisakah kau berhenti bertanya seperti itu?!” ujarku. Dan suasan pun menjadi hening sekali. Badanku menjadi panas. Dan kami hanya terdiam. Cuaca hari ini cukup dingin tapi aku merasa ruangan ini panas sekali. Sudah lebih dari 30 menit kami berdua terdiam. Dan akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Aku mengantarnya sampai kedepan gerbang. “terima kasih untuk semua yang kamu lakukan untukku tadi. Sampai jumpa besok” ucapku padanya. “ya sampai jumpa besok” dan diapun pergi. Aku pun masuk ke dalam kamar dan mengurung diriku. Emosiku memang benar-benar sedang bergejolak. Aku menahan diriku untuk berbuat yang aneh-aneh dan tetap berfikir positif. “Lebih baik aku belajar untuk bahan pelajaran besok pagi.” Sudah 3 jam aku berada di dalam kamar untuk membaca buku kedokteran yang tebalnya seperti piring setengah lusin itu. Aku merasa bosan. Tiba-tiba terdengar ada orang membuka pintu dan aku segera keluar kamar. “Ah?Tika? Kamu sudah pulang?” ucap kak Raya. Ternyata Kak Raya yang membuka pintu. “Tadi gempa yah. Apa pada saat gempa kamu sudah berada dirumah?” “tidak. Saat gempa sedang berlangsung aku sedang berada dikampus. Karena gempa susulan terus datang pihak sekolah memutuskan untuk memulangkan siswa lebih cepat demi keamanan.” “Oh begitu. Sebenarnya aku juga pulang cepat. Tapi tadi aku terkena macet panjang sepertinya ada kecelakaan.” “kecelakaan? Kecelakaan apa???” “sepertinya seorang mahasiswa” “mahasiswa? Kamu yakin kak?” tiba-tiba aku teringat Musashi-kun. Tiba-tiba dadaku terasa sesak. “Mahasiswa? Dimana? Dia pejalan kaki??? Dia memakai baju apa?” tanyaku dengan rasa khawatir yang meliputi hatiku. “kau kenapa? Sepertinya penasaran sekali?” “Ah, tidak kak. Aku hanya penasaran saja” ucapku masam.

Aku mencoba untuk menghubungi Musashi-kun. “aku taruh handphone diamana ya? Sepertinya tadi aku tak bawa handphone kesekolah” aku mencari-cari handphoneku di ruang tamu, ruang keluarga, dan kamarku. “kau sedang mencari apa? Kau tak memakan kue yang dikulkas?” tanya kak Raya padaku. “aku lupa menaruh handphoneku. Aku tidak terlalu suka manis kak” “kamu tak suka manis? Memangnya handphonemu kamu taruh dimana? Sepertinya kemarin kamu juga lupa menaruh handphonemu. Coba saja kau hubungi handphonemu dengan handphoneku” “tak perlu kak. Handphonenya aku silent” “ah? Kamu ini. terakhir kali kamu taruh mana?” “jika aku ingat aku tak perlu mencarinya kak” suasana menjadi hening.  “baiklah aku bantu cari di ruang tamu dan keluarga sekali lagi” “terima kasih kak”. Aku mencari handphonenya di kamarku. Aku sudah merasa lelah untuk mencarinya. Dan aku putuskan untuk tidak mencarinya. “Kak” panggilku pada kak Raya. “Ya... sudah ketemu?” dia menghampiriku. “Belum kak. Yasudahlah kak tak usah dicari. Terima kasih kak sudah membantu” ucapku dengan tersenyum dan dia kembali kekamarnya. Aku berbaring di kasurku dan memejamkan mata. “Ya Allah semoga bukan dia... semoga bukan dia... semoga bukan dia...” doaku dalam hati. Aku menjadi merasa bersalah karena aku tadi mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya kukatakan. Aku membuka mataku dan menoleh ke notebook kesayanganku. Aku memutuskan untuk membuka email sebentar. Ada 2 pesan yang masuk. Salah satu dari 2 pesan itu adalah dari Hendrik. aku malas sekali membalas emailnya itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kirim Kritik Dan Sarannya^^)/ jangan Mengandung Sara Ya Kawan